Dalam sistem agama Buddha, Hasta Arya Marga, yang membicarakan masalah
perbuatan baik dan buruk, benar dan salah, menempati kedudukan yang sangat
penting karena merupakan inti dari seluruh ajaran agama Buddha untuk
membebaskan manusia dari dukkha dan mencapai nirwana. Kesunyatan
tentang Hasta Arya Marga ini juga dikenal dengan majjhimapattipada; atau
jalan tengah, karena ajarannya menghindari dua hal yang ekstrim, yaitu mencari
kebahagiaan dengan menuruti hawa nafsu yang rendah dan mencari kebahagiaan
dengan jalan menyiksa diri dalam berbagai cara yang dapat ia tempuh
(Abdurrahman 1988: 127). Michael D. Coogan mengatakan bahwa, meskipun praktek
etika agama Buddha berhasrat untuk mencapai nirwana, namun praktek-praktek
etika tersebut tidak sampai mengabdikan perhatiannya untuk mengembangkan
kepribadian secara keseluruhan .
Etika Budha
diungkapkan dalam sejarah hidup seseorang manusia yang bernama Malunkyaputta,
yang diceritakan Budha bahwa dia tidak akan mendengarkan ajaranya sampai dia
(Budha) menjawab pertanyaan-pertayaanya, seperti bagaimana duni diciptakan? Dan
akankah Budha ada setelah kematian? Budha menjawab pertanyaan dengan
membandingkan Malunkyaputta dengan seorang manusia yang telah tetembak oleh
anak panah yang beracun tapi panah tersebut tidak mau dicabutnya sampai dokter
menceritakan apakah anak panah tersebut dibuat dari apa, siapa yang
menembakan anak panah tersebut dan seterusnya. Untuk semua pengikut
Budha, semua spekulasi adalah subjek untuk seseorang mempraktikan prinsip:
prinsip itu akan berharga jika prinsip itu langsung membantu seseorang
menghilangkan “kesakitan akibat anak panah” dan menemukan jalan unuk sampai ke
nirwana. Peranyaan dari Malunkyaputta itu
adalah bentuk dari spekulasi yang datang secara tiba-tiba.
Selama hidupnya
Budha rela melepas kemewahan yang menjadi hak miliknya di lingkungan kerjaan,
namun ia tinggalkan semua itu demi menyelamatkan banyak orang. Salah satu cara yang ia tempuh adalah hidup dalam
penderitaan. Hidup dalam penderitaan sebagaimana dilakkan Budha adalah
perbuatan yag baik, yan dipusatkan pada pembebasan penderitaan diri sendiri dan
orang lain. Ini mencakup membantu orang lan mencapai nirwana, meskipun ia
sendiri menunda masuk nirwana untuk kepentingan orang lain. Kebijaksanaan
memfokuskan pada melihat sesuatu melalui hayalan yang merupakan pengalaman yang
lua biasa dalam hidup manusia, dengan demikian mnjadi bebas dari penderitaan
diri sendiri.
Etika sosial
Buddhis dalam agama Budha hukum-hukum moral bukanlah dibuat atau ditentukan
oleh suatu pribadi tertentu, melainkan merupakan bagian tak terpisahkan dari
hukum-hukum universal maupun alam yang dapat dipandang sebagai alat untuk
mencapai tujuan tertentu dalam taraf rendah, untuk mencapai kehidupan-kehidupan
yang bahagia dalam roda kelahiran ini, dan taraf tertinggi untuk mencapai
pembebasan/penerangan sempurna. Disamping menjadi petunjuk jalan menuju
pembebasan, sang Budha juga menaruh perhatian mendalam terhadap kesejahteraan
manusia, dan telah mengajarkan pedoman-pedoman untuk mencapai kebahagiaan dalam
kehidupan masyarakat sebagai seorang Bhisakka (dokter), beliau adalah dokter
spiritual yan besar, yang meningkatkan keseatan jiwa manusia dan masyarakatnya.
Sifat-sifat ajaran beliau disebutkan
sebagai: realistik, rasional, pragmatis dan humanistik. Maka oleh karena itu
kita melihat bahwa sang Budha sendiri tidak berminat untuk memperbincangkan
masalah-masalah metafisika, melainkan beliau mengutamakan usaha utuk meningkatkan
etika masyarakat.
Agama Budha
pada awalnya menitikberatkan pada segi etika, pemikiran-pemikiran metafisika
bukan saja tak bermanaat, tetapi juga menghambat usaha untuk mencapai tujuan
yang tertinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar