Kamis, 10 April 2014

etika menurut agama buddha

etika menurut agama buddha


Dalam sistem agama Buddha, Hasta Arya Marga, yang membicarakan masalah perbuatan baik dan buruk, benar dan salah, menempati kedudukan yang sangat penting karena merupakan inti dari seluruh ajaran agama Buddha untuk membebaskan manusia dari dukkha dan mencapai nirwana. Kesunyatan tentang Hasta Arya Marga ini juga dikenal dengan majjhimapattipada; atau jalan tengah, karena ajarannya menghindari dua hal yang ekstrim, yaitu mencari kebahagiaan dengan menuruti hawa nafsu yang rendah dan mencari kebahagiaan dengan jalan menyiksa diri dalam berbagai cara yang dapat ia tempuh (Abdurrahman 1988: 127). Michael D. Coogan mengatakan bahwa, meskipun praktek etika agama Buddha berhasrat untuk mencapai nirwana, namun praktek-praktek etika tersebut tidak sampai mengabdikan perhatiannya untuk mengembangkan kepribadian secara keseluruhan .
Etika Budha diungkapkan dalam sejarah hidup seseorang manusia yang bernama Malunkyaputta, yang diceritakan Budha bahwa dia tidak akan mendengarkan ajaranya sampai dia (Budha) menjawab pertanyaan-pertayaanya, seperti bagaimana duni diciptakan? Dan akankah Budha ada setelah kematian? Budha menjawab pertanyaan dengan membandingkan Malunkyaputta dengan seorang manusia yang telah tetembak oleh anak panah yang beracun tapi panah tersebut tidak mau dicabutnya sampai dokter menceritakan apakah anak panah tersebut  dibuat dari apa, siapa yang menembakan anak panah tersebut  dan seterusnya. Untuk semua pengikut Budha, semua spekulasi adalah subjek untuk seseorang mempraktikan prinsip: prinsip itu akan berharga jika prinsip itu langsung  membantu seseorang menghilangkan “kesakitan akibat anak panah” dan menemukan jalan unuk sampai ke nirwana. Peranyaan dari Malunkyaputta itu adalah bentuk dari spekulasi yang datang secara tiba-tiba.
Selama hidupnya Budha rela melepas kemewahan yang menjadi hak miliknya di lingkungan kerjaan, namun ia tinggalkan semua itu demi menyelamatkan banyak orang. Salah satu cara yang ia tempuh adalah hidup dalam penderitaan. Hidup dalam penderitaan sebagaimana dilakkan Budha adalah perbuatan yag baik, yan dipusatkan pada pembebasan penderitaan diri sendiri dan orang lain. Ini mencakup membantu orang lan mencapai nirwana, meskipun ia sendiri menunda masuk nirwana untuk kepentingan orang lain. Kebijaksanaan memfokuskan pada melihat sesuatu melalui hayalan yang merupakan pengalaman yang lua biasa dalam hidup manusia, dengan demikian mnjadi bebas dari penderitaan diri sendiri.
Etika sosial Buddhis dalam agama Budha hukum-hukum moral bukanlah dibuat atau ditentukan oleh suatu pribadi tertentu, melainkan merupakan bagian tak terpisahkan dari hukum-hukum universal maupun alam yang dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dalam taraf rendah, untuk mencapai kehidupan-kehidupan yang bahagia dalam roda kelahiran ini, dan taraf tertinggi untuk mencapai pembebasan/penerangan sempurna. Disamping menjadi petunjuk jalan menuju pembebasan, sang Budha juga menaruh perhatian mendalam terhadap kesejahteraan manusia, dan telah mengajarkan pedoman-pedoman untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupan masyarakat sebagai seorang Bhisakka (dokter), beliau adalah dokter spiritual yan besar, yang meningkatkan keseatan jiwa manusia dan masyarakatnya.
Sifat-sifat ajaran beliau disebutkan sebagai: realistik, rasional, pragmatis dan humanistik. Maka oleh karena itu kita melihat bahwa sang Budha sendiri tidak berminat untuk memperbincangkan masalah-masalah metafisika, melainkan beliau mengutamakan usaha utuk meningkatkan etika masyarakat.
Agama Budha pada awalnya menitikberatkan pada segi etika, pemikiran-pemikiran metafisika bukan saja tak bermanaat, tetapi juga menghambat usaha untuk mencapai tujuan yang tertinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar